Friday, February 28, 2020

Teknik Menyunting Tulisan Bersama Much.Khoiri


Resume 17
Belajar Menulis Gelombang 2, Bersama Om Jay
Teknik Menyunting Tulisan Bersama Much Khoiri
Oleh Nuraini Ahwan

Waktu rasanya cepat berlalu. Pertemuan kelas online bersama bersama Bapak Wijaya Kususmah (Om Jay), telah memasuki pertemuan ke-17. Saya merasa sangat beruntung karena kali ini Om Jay menghadirkan narasumber luar biasa. Beliau adalah Bapak Much. Khoiri, Dosen UNESA, penggerak literasi, dosen menulis kreatif, editor dan penulis 43 buku. Salah satu buku beliau yang sangat menginspirasi yaitu ”Writing is Selling”

  
Materi yang disampaikan oleh Bapak Much. Khoiri sebagai narasumber sekaligus yang menjadi moderator adalah Konsep Menyunting. Beliau membagi materi secara garis besar sebagai berikut:
  1. Mengapa perlu menyunting?
  2. Apa yang disunting?
  3. Bagaimana melakukannya, baik karya sendiri maupun karya orang lain?
"Jawaban atas ketiga pertanyaan yang mengawali pembelajaran: perlunya menyunting karena  draf naskah tulisan memang belum dianggap selesai atau final, masing ada kemungkinan kekurangan sana-sini. Cara melakukannya adalah membaca ulang draf kita mungkin tidak hanya cukup sekali, bisa dua atau tiga kali. Memposisikan diri sebagai pembaca, dan  harus objektif memberikan penilaian.
Secara umum yang perlu dilakukan saat menyunting adalah  bisa menambahkan variasi, penekanan, koherensi, transisi, dan detail (rincian). Juga bisa mengurangi kalimat bertele-tele (mubasir), irelevansi, dan inkonsistensi.
Dengan kalimat lain, penyuntingan berfokus pada tiga unsur, yakni bobot ide, pengorganisasian ide ke dalam tulisan, dan penggunaan bahasa."

Untuk mempermudah peserta memahami materi, beliau berbagi materi dalam artikel  yang berjudul “Menyunting Tulisan” yang bisa dibaca oleh seluruh peserta kelas.

Narasumber menyampaikan jika draf tulisan sudah selesai, bukan berarti tugas menulis sudah selesai. Ada satu langkah penting dalam proses menulis yaitu menyunting (editing). Adapun langkah yang harus dilakukan dalam menyunting naskah adalah:
  1. Baca ulang darf, tidak hanya sekali dengan memposisikan diri sebagai pembaca sehingga secara objektif memberikan penilaian terhadap tulisan, baik menyangkut ide, pengorganisasian, maupun penggunaan bahasa,
  2. Bisa menambahkan variasi, penekanan, koheresi, transisi, dan detail (rincian), bisa juga mengurangi kalimat bertele-tele (mubazir), irelevansi dan inkonsistensi,
 Dalam praktek penyuntingan, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
  1. Terkait dengan penyuntingan ide, yang perlu diperhatikan oleh penyunting atau editor adalah kekurangan keluasan,  kedalaman ide, kelebihan ide, pengorganisasian ide, keruntutan ide-ide yang dituangkan di dalam naskah (klarifikasi ide dan kepaduan dari seluruh ide)
Kekurangan keluasan dan kedalaman, kita kita harus menyisipkan atau menambahkan ide ke dalamnya. Misalnya, kita belum memasukkan contoh, kasus, kutipan, anekdot, dan sebagainya. Jika naskah kita kelebihan ide, misalnya terlalu rinci, atau terlalu banyak contoh kasus, kita harus segera menyeleksi mana yang paling relevan dengan topik bahasan. Selain itu, mungkin contoh-contoh yang kita ajukan tidak relevan; dan karena itulah, mereka harus diganti contoh yang baru dan relevan.
Pengorganisasian ide kita cermati bagian-bagian tulisan, apakah sudah ada pembuka yang memikat, penjelasan atau uraian yang proporsial, dan penutup yang mengesankan atau mengejutkan? Mungkin ketiga bagian ini tak berlaku kaku untuk puisi.

  1. Membenahi penggunaan bahasa, Pertama hubungan subjek-predikat, kemudian pemilihan kata (diksi), dan penggunaan konteks yang tepat. Tentu saja, kita harus selalu berusaha untuk menggunakan kalimat-kalimat efektif, bukan hanya untuk melancarkan penyampaian maksud, melainkan juga untuk menunjukkan kecintaan kita berbahasa Indonesia.
  2. Membenahi ejaan, tanda baca, dan mekanika (tata tulis) tulisan. Nama orang, instansi, organisasi, kota, dan sebagainya harus dimulai dengan huruf kapital. Ada aturan-aturan main yang harus ditaati bersama, agar tertib berbahasa bisa diwujudkan.
Revisi dan menyunting dimaksudkan untuk memoles, mengasah, melengkapi, menyempurnakan naskah, baik isi (content) maupun struktur pengembangan. Oleh karena itu, kiita perlu membekali diri dengan pengetahuan kebahasaan intralinguistik dan ekstra linguistik, agar hasil suntingan kita memenuhi standar penyuntingan.

Setelah melalui proses itu, tibalah waktunya kita  menyempurnakan draf itu. Penyempurnaan draf dilakukan bisa ditambah dengan membaca-ulang guna memperoleh draf final yang siap diserahkan atau dikirimkan kepada pembaca lain.

Menurut narasumber, adanya perbedaan antara draf awal dan draf final tidak perlu membuat kita panik karena saat menyunting kita bisa berpikir lebih baik dibanding saat menulis draf awal. Ini adalah peluang untuk membenahi tulisan. Sama seperti yang dialami oleh narasumber ketika beliau membaca dan membandingkan sebuah buku berjudul In Transitions (1990) dengan buku In Transition dengan draf final di buku lain (buku referensi mengajar), terdapat perbedaan yang signifikan. Draf-draf itu masih penuh coretan, koreksi, dan sisipan baik bentuk (struktur generik) maupun isi (ide, gagasan). Artinya, para penulis kelas dunia pun juga menempuh pembelajaran untuk memperbaiki karya mereka.

Mengedit naskah pun sesuai kaidah genre tulisan. Menulis esai ada kaidah menulis esai, menulis cerpen, ada kaidah menulis cerpen, menulis puisi ada kaidah menulis puisi dan lain sebagainya.
Contoh untuk menyunting puisi, kita diminta untuk menggunakan majas (figures of speech) semisal personifikasi,simile, metafora , dsb) juga pakai simbolisasi. Puisi tidak peru berbunga-bunga tanpa isi, melainkan dengan diksi-diksi yang syarat makana.

Menurut bapak Encon salah satu narasumber pada pertemuan sebelumya menambahkan, yang perlu diperhatikan lagi  saat menyunting, adalah ketika kita fokus pada konten, pengorganisasian, dan penggunaan bahasa, konten tidak boleh diubah. Editor harus tahu benar  substansi konten dan struktur tulisan yang seharusnya. Editor lebih banyak membantu dalam pengorganisasian ide dan penggunaan bahasa sehingga tulisan siap disajikan kepada pembaca.

“Jika editing berhasil, pesan penulis lebih mudah sampai ke pembaca. Semoga kita senang hati untuk belajar menjadi editor, sekurang kurangnya untuk naskah diri sendiri”

Kelayakan dan kualitas tulisan kita bukanlah dinilai oleh diri kita sendiri, melainkan masyayarakat atau pembaca.

Akhir pembelajaran ada beberapa percakapan yang membuat  saya terkesan dan nganenin  seperti yang disampaikan oleh Bapak Much.Khoiri dan ibu hebat penggiat Literasi Nusantara,  Sri Sugiastuti,
Percakapannya seperti ini:
                       Much.Khoiri : Benar, kerap kali saya menemukan naskah yg bikin kepala cenut-cenut akibat bahasa yang menggemaskan. Logika juga kurang tertata. Jadi, saya ya membantu menatakan. Lalu, hasilnya saya kirimkan ke yang bersangkutan untuk dicek dan dibandingkan dengan naskah aslinya. Di situ saya mohon yang bersangkutan bisa belajar. Meski cenut2, mengedit itu juga asyik. Bisa senyum-senyum rada gemes, melihat kalimat yg "nyentrik".
       Nuraini      :  Apalagi kalau mengedit tulisan saya, Bapak pasti senyum senyum       sendiri  dan sekali waktu akan hentakkan kaki atau gemes gemes gitu ....membaca kalimat yang mungkin muter muter he he he.
       Sri Sugiastuti  : Seninya di situ dan pasti bikin kangen

Terima  kasih Bapak Narasumber. Much Khoiri, mohon masukan atas kekurangan isi resume materi bapak.
Resume : Nuraini
HP. 081805597038

4 comments:

Kegiatan Akhir Tahun di SDN 1 Dasan Tereng

Beragam kegiatan yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan untuk mengakhiri masa pembelajaran setiap tahunnya. Kegiatan ini sepertinya merupa...