Resume 17
Belajar Menulis Gelombang 2, Bersama Om Jay
Teknik Menyunting Tulisan Bersama Much Khoiri
Oleh Nuraini Ahwan
Waktu rasanya cepat berlalu.
Pertemuan kelas online bersama bersama Bapak Wijaya Kususmah (Om Jay), telah
memasuki pertemuan ke-17. Saya merasa sangat beruntung karena kali ini Om Jay
menghadirkan narasumber luar biasa. Beliau adalah Bapak Much. Khoiri, Dosen
UNESA, penggerak literasi, dosen menulis kreatif, editor dan penulis 43 buku.
Salah satu buku beliau yang sangat menginspirasi yaitu ”Writing is Selling”
Materi yang disampaikan oleh Bapak Much. Khoiri
sebagai narasumber sekaligus yang menjadi moderator adalah Konsep Menyunting.
Beliau membagi materi secara garis besar sebagai berikut:
- Mengapa perlu
menyunting?
- Apa yang
disunting?
- Bagaimana
melakukannya, baik karya sendiri maupun karya orang lain?
"Jawaban atas ketiga pertanyaan yang mengawali pembelajaran: perlunya menyunting karena draf naskah tulisan memang belum dianggap selesai atau
final, masing ada kemungkinan kekurangan sana-sini. Cara melakukannya adalah membaca ulang draf kita mungkin tidak hanya cukup sekali, bisa dua atau tiga
kali. Memposisikan diri sebagai pembaca, dan harus
objektif memberikan penilaian.
Secara umum yang perlu dilakukan saat menyunting adalah bisa menambahkan variasi, penekanan, koherensi,
transisi, dan detail (rincian). Juga bisa mengurangi kalimat bertele-tele
(mubasir), irelevansi, dan inkonsistensi.
Dengan
kalimat lain, penyuntingan berfokus pada tiga unsur, yakni bobot ide,
pengorganisasian ide ke dalam tulisan, dan penggunaan bahasa."
Untuk mempermudah peserta memahami materi, beliau berbagi materi dalam artikel yang berjudul “Menyunting Tulisan” yang
bisa dibaca oleh seluruh peserta kelas.
Narasumber
menyampaikan jika draf tulisan sudah selesai, bukan berarti tugas menulis sudah
selesai. Ada satu langkah penting dalam proses menulis yaitu menyunting
(editing). Adapun langkah yang harus dilakukan dalam menyunting naskah adalah:
- Baca ulang darf,
tidak hanya sekali dengan memposisikan diri sebagai pembaca sehingga
secara objektif memberikan penilaian terhadap tulisan, baik menyangkut
ide, pengorganisasian, maupun penggunaan bahasa,
- Bisa menambahkan
variasi, penekanan, koheresi, transisi, dan detail (rincian), bisa juga
mengurangi kalimat bertele-tele (mubazir), irelevansi dan inkonsistensi,
Dalam praktek penyuntingan, dapat dilakukan
hal-hal sebagai berikut:
- Terkait dengan
penyuntingan ide, yang perlu diperhatikan oleh penyunting atau editor
adalah kekurangan keluasan, kedalaman ide, kelebihan ide,
pengorganisasian ide, keruntutan ide-ide yang dituangkan di dalam naskah
(klarifikasi ide dan kepaduan dari seluruh ide)
Kekurangan
keluasan dan kedalaman, kita kita harus menyisipkan atau menambahkan ide ke
dalamnya. Misalnya, kita belum memasukkan contoh, kasus, kutipan, anekdot, dan
sebagainya. Jika naskah kita kelebihan ide, misalnya terlalu rinci, atau
terlalu banyak contoh kasus, kita harus segera menyeleksi mana yang paling
relevan dengan topik bahasan. Selain itu, mungkin contoh-contoh yang kita
ajukan tidak relevan; dan karena itulah, mereka harus diganti contoh yang baru
dan relevan.
Pengorganisasian
ide kita cermati bagian-bagian tulisan, apakah sudah ada pembuka yang memikat,
penjelasan atau uraian yang proporsial, dan penutup yang mengesankan atau
mengejutkan? Mungkin ketiga bagian ini tak berlaku kaku untuk puisi.
- Membenahi penggunaan bahasa, Pertama hubungan subjek-predikat, kemudian pemilihan kata (diksi), dan penggunaan konteks yang tepat. Tentu saja, kita harus selalu berusaha untuk menggunakan kalimat-kalimat efektif, bukan hanya untuk melancarkan penyampaian maksud, melainkan juga untuk menunjukkan kecintaan kita berbahasa Indonesia.
- Membenahi ejaan, tanda baca, dan mekanika (tata tulis) tulisan. Nama orang, instansi, organisasi, kota, dan sebagainya harus dimulai dengan huruf kapital. Ada aturan-aturan main yang harus ditaati bersama, agar tertib berbahasa bisa diwujudkan.
Revisi
dan menyunting dimaksudkan untuk memoles, mengasah, melengkapi, menyempurnakan
naskah, baik isi (content) maupun struktur pengembangan. Oleh karena itu, kiita
perlu membekali diri dengan pengetahuan kebahasaan intralinguistik dan ekstra
linguistik, agar hasil suntingan kita memenuhi standar penyuntingan.
Setelah
melalui proses itu, tibalah waktunya kita menyempurnakan draf itu. Penyempurnaan draf
dilakukan bisa ditambah dengan membaca-ulang guna memperoleh draf final yang
siap diserahkan atau dikirimkan kepada pembaca lain.
Menurut
narasumber, adanya perbedaan antara draf awal dan draf final tidak perlu
membuat kita panik karena saat menyunting kita bisa berpikir lebih baik
dibanding saat menulis draf awal. Ini adalah peluang untuk membenahi tulisan.
Sama seperti yang dialami oleh narasumber ketika beliau membaca dan
membandingkan sebuah buku berjudul In Transitions (1990) dengan buku In
Transition dengan draf final di buku lain (buku referensi mengajar), terdapat
perbedaan yang signifikan. Draf-draf itu masih penuh coretan, koreksi, dan
sisipan baik bentuk (struktur generik) maupun isi (ide, gagasan). Artinya, para
penulis kelas dunia pun juga menempuh pembelajaran untuk memperbaiki karya
mereka.
Mengedit
naskah pun sesuai kaidah genre tulisan. Menulis esai ada kaidah menulis esai,
menulis cerpen, ada kaidah menulis cerpen, menulis puisi ada kaidah menulis
puisi dan lain sebagainya.
Contoh
untuk menyunting puisi, kita diminta untuk menggunakan majas (figures of
speech) semisal personifikasi,simile, metafora , dsb) juga pakai simbolisasi.
Puisi tidak peru berbunga-bunga tanpa isi, melainkan dengan diksi-diksi yang
syarat makana.
Menurut
bapak Encon salah satu narasumber pada pertemuan sebelumya menambahkan, yang perlu diperhatikan lagi
saat menyunting, adalah ketika kita fokus pada konten, pengorganisasian,
dan penggunaan bahasa, konten tidak boleh diubah. Editor harus tahu benar substansi konten dan struktur tulisan yang
seharusnya. Editor lebih banyak membantu dalam pengorganisasian ide dan
penggunaan bahasa sehingga tulisan siap disajikan kepada pembaca.
“Jika editing berhasil, pesan penulis lebih mudah sampai
ke pembaca. Semoga kita senang hati untuk belajar menjadi editor, sekurang kurangnya
untuk naskah diri sendiri”
Kelayakan
dan kualitas tulisan kita bukanlah dinilai oleh diri kita sendiri, melainkan masyayarakat
atau pembaca.
Akhir
pembelajaran ada beberapa percakapan yang membuat saya terkesan dan nganenin seperti yang disampaikan oleh Bapak Much.Khoiri
dan ibu hebat penggiat Literasi Nusantara, Sri Sugiastuti,
Percakapannya
seperti ini:
Much.Khoiri : Benar,
kerap kali saya menemukan naskah yg bikin kepala cenut-cenut akibat bahasa yang
menggemaskan. Logika juga kurang tertata. Jadi, saya ya membantu menatakan.
Lalu, hasilnya saya kirimkan ke yang bersangkutan untuk dicek dan dibandingkan
dengan naskah aslinya. Di situ saya mohon yang bersangkutan bisa belajar. Meski
cenut2, mengedit itu juga asyik. Bisa senyum-senyum rada gemes, melihat kalimat
yg "nyentrik".
Nuraini
: Apalagi kalau
mengedit tulisan saya, Bapak pasti senyum senyum sendiri dan sekali waktu akan
hentakkan kaki atau gemes gemes gitu ....membaca kalimat yang mungkin muter
muter he he he.
Sri Sugiastuti :
Seninya di situ dan pasti bikin kangen
Terima kasih Bapak Narasumber. Much Khoiri, mohon masukan atas kekurangan isi resume materi bapak.
Resume : Nuraini
HP. 081805597038
selamat menjadi editor tulisan kita sendiri
ReplyDeleteselamat menjadi editor yg baik
ReplyDeleteLengkap sekali bu. Memudahkan sy belajar.
ReplyDeleteMantap ilmunya. Semoga bisa diamalkan dalam setiap tulisan kita.
ReplyDelete