Oleh Nuraini Ahwan
Jika bertanya, bagaimana kesan terhadap pelaksanaan pembelajaran jarak jauh di masa pandemi covid 19, baik yang dilaksanakan secara daring, luring atau kombinasi antara keduanya, maka akan diperoleh jawaban senada. Kompak dan serempak. Ini tentunya berdasarkan jawaban yang diberikan kepada saya ketika saya bertanya kepada siapa sajayang saya jumpai. Baik orang tua murid di sekolah saya maupun orang tua, yang saya perkirakan mempunyai putra-putri usia sekolah. Nyaris tidak ada yang memberikan jawaban bahwa pembelajaran di masa covid 19 ini menyenangkan. Jawaban mereka adalah pembelajaran di masa pandemi ini membuat pekerjaan tambahan bagi orang tua, berat dan lambat laun membosankan.
Merupakan suatu keberuntungan bagi sekolah kami, setelah melewati persiapan untuk perlaksanaan tatap muka dan melalui beberapa tahapan verifikasi maka sekolah kami medapat izin melaksanakan pembelajaran tatap muka. Berpedoman kepada SKB 4 Menteri, seluruh komponen yang ada dalam instrumen pun kami penuhi. Keputusan Bersama Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, Dan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 01/KB/2020, Nomor 516 Tahun 2020, Nomor
HK.03.01/Menkes/363/2020, Nomor 440-882 Tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 Di Masa Pandemi Corona Virus disease
2019 (Covid-I9), menjadi acuan yang kami pedomani.
Setelah seluruh komponen terpenuhi dalam intrumen verifikasi kesiapan sekolah untuk pelaksanaan pembelajaran tatap muka, maka kami melayangkan surat permohonan ke pihak Dinas Dikbud Kabupaten untuk diteruskan ke Bupati. Proses itu pun kami sudah lalui, Izin pun sudah di genggaman. Tantangan besar ada di depan mata. Tantangan yang harus dihadapi oleh sekolah dan pendidik yang berdiri di garda terdepan yakni di depan kelas.
Tanggal 9 Nopember 2020 adalah hari pertama kami melaksanakan pembelajaran tatap muka. Banyak cerita suka dan duka. Banyak harapan yang ingin diwujudkan dan banyak pula tantangan yang ingin kami kalahkan.
Pertama, tantangan berasal dari orang tua, siswa dan orang-orang yang bekepentingan untuk hadir di sekolah. Ini terkait dengan kepatuhan atau ketaatan terhadap aturan protokol kesehatan dalam SOP yang sudah ditetapkan oleh sekolah. Butuh kesabaran dalam membangun kesadaran warga sekolah. Untuk siswa tidak sesulit mengatur orang tua atau wali murid jika mereka mengantar putra-putrinya ke sekolah. Contoh kecil saja, dalam pemakain masker yang dalam SOP ditetapkan bahwa pengantar dan penjemput siswa harus mematuhi protokol kesehatan, tidak ada pengecualian. Tapi pada kenyataannya masih saja ada orang tua yang tidak menggunakan masker. Bukankah mereka juga contoh buat putra-putrinya. Ini juga tantangan yang harus mampu dimenangkan oleh sekolah jika ingin pembelajaran tatap muka tetap berlangsung.
Kedua, tantangan terhadap kebiasaan siswa berkerumun di rumah, dalam bermain,bersosialisasi di lingkungan tempat tinggalnya menjadikan ini tantangan bagi guru dalam kelas, bagaimana mereka atau siswa mampu bertahan di tempat duduknya, tidak berjalan ke sana-kemari ke bangku atau meja temannya. Naluri anak-anak atau masa anak-anak adalah masa bermain sehingga merupakan tantangan bagi guru untuk menahannya tidakbermain bersama teman-temannya. Terlebih lagi, pembelajaran tatap muka di masa pandemi ini tidak disiapkan waktu untuk keluar bermain. Siswa sampai di sekolah masuk kelas, dan selesai belajar langsung pulang tanpa diselingi jam istirahat.
Ketiga. tantangan terhadap semangat belajar siswa. Lama tidak bertemu guru dan belajar didampingi orang tua yang tidak berlatar belakang guru, tanpa ilmu pendidikan membuat guru seoerti mulai dari nol. Siswa dalam kelas seperti tanpa semangat belajar. Mencerna pelajaran lambat. Perhatian tidak terpusat. Tugas yang diberikan dalam daring dengan nilai bagus-bagus, begitu diberikan penguatan pada pembelajaran tatap muka seperti tak berbekas. Mengulang dari awal. (ini cerita guru di tempat saya bertugas).Mungkinkah karena mereka belajar di rumah dengan keleluasaan waktu yang mereka atur sendiri, kurang penyemangat, kurang motivator dan kurang kompetisi.
Keempat, tantangan terberat adalah karakter siswa yang jauh berubah. Mungkinkah karena teknologi yang sangat berdekatan dengan mereka. Kebebasan mereka mecari informasi, mencontoh dan meniru. Prilaku, etika dan bahasa mereka sangat jelas terlihat berbeda. Berbicara dengan guru seperti bicara dengan temannya sendiri. Tak jarang mereka menggunakan bahasa yang sering di dengar di media sosial. Karakter seperti tergerus. Inilah tantangan terbesar dan terberat menurut saya yang harus segera dikembalikan pada diri siswa.
Lombok, 16 Januari 2021
T
TT
K
T
T
Alhamdulillah sdh bisa tatap muka dg anak-anak. Semangat ya Bunda....
ReplyDeleteGih bun, akhir semester 1 sudah dapat izin. Ada 4 sekolah di kabupaten kami
ReplyDeleteBagaimanapun tatap muka lebih baik dan lebih menyenangkan ...
ReplyDeleteLebih mengena juga saat KBM
Betul,....guru juga tidak secapek daring
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah bisa tatap muka. Semoga kita- kita segera menyusul. Amin
ReplyDelete