Oleh Nuraini Ahwan.
Saya kunjungi lagi blog sendiri setelah beberapa hari tidmenuliskan apa yang ada di kepala, apa yang dilakukan, didengar dan dilihat belakangan ini. Terakhir membuka blog, 2 Agustus 2020. Hari itu saya isi blog dengan tulisan yang berjudul"Sudah Sampai Titik Jenuh." Sebuah tulisan yang berisi tentang kejenuhan orang tua yang membimbing putra-putrinya belajar dari rumah pada masa pandemi corona virus disease 19 ini. Berbagai alasan yang menimbulkan kejenuhan pun saya ulas dalam tulisan tersebut,
Mengurangi kejenuhan orang tua dan mengobati kerinduan antara guru dengan siswa atau sebaliknya, maka guru-guru di tempat saya bertugas turun kampung. Memerankan dirinya sebagai guru kunjung. Lama sudah keinginan ini terpendam. Memikirkan bagaimana siswa di rumah dengan perpanjangan waktu BDR yang terus-menerus. Apa yang dilakukan di rumah? Belajarkah? Bermain-main saja kah? Atau belajar dengan rajin. Pertanyaan-pertanyaan mengguratkan kekhawatiran di benak guru. Kunjungan ini sedikit tidak bisa mengobati kerinduan di antara mereka.
Senyum sumringah terpancar dari seluruh guru mengawali hari pertama mereka berangkat dan memerankan dirinya sebagai guru kunjung. Seakan mereka hendak bertemu dengan pujaan hati. Dibekali nasehat dari seorang ibu sebelum berangkat. Begitu juga dengan guru-guru yang akan berkunjung ke rumah siswa, mereka dibekali dengan pesan-pesan tentang apa yang harus dilakukan di rumah siswa. Pesan disampikan oleh kepala sekolah. Terutama dengan protokol kesehatan.
Dalam satu hari bisa jadi satu guru berkunjung ke beberpa tempat. Kelompok memang dibagi dengan jumlah anggota yang tidak terlalu banyak atau melebihi 10 orang. Bahkan kalau bisa, satu kelompok terdiri dari 3 sampai 5 orang. Banyak cerita yang dibawa guru-guru setiap kali pulang dari kegiatan berkunjung. Guru kunjung membawa kesan. Begitu ungkap mereka setiap kali kembali ke sekolah. Terutama cerita tentang masih banyaknya siswa dan orang tua yang tidak menghiraukan protokol kesehatan. Mereka bahkan beranggapan virus corona tidak ada. Masih pagah dan pengkong kah? (Pagah artinya keras kepala dan pengkong artinya tidak mau menurut. Pagah dan pengkong adalah bahasa daerah suku sasak di pulau Lombok). Tulisan saya dalam blog terdahulu.
Bertambah lagi pekerjaan guru, yakni sosialisasikan kembali kepada siswa dan orang tua yang kebetulan ada pada saat guru berkunjung.
Guru........pengabdianmu tiada batas,
Meskipun ragu menggelayut di hati
Meski resah sedang mendera
Meskipun khawatir menjadi penyerta
Tapi kau babat habis demi cintamu
Dedikasimu kau junjung tinggi
Hingga kau lupa keselamatan diri
Kau pun lupakan cinta buat sang kekasih hati
Demi pendidikan anak negeri.
Lombok, 6 Agustus 2020
Email. ahwan.nuraini69@gmail.com
No comments:
Post a Comment