Sunday, August 2, 2020

Apakah Sudah Sampai ke Titik Jenuh? ( Daring seri 51)

Oleh Nuraini Ahwan

" Menulislah setiap hari dengan sepenuh hati!"

Mungkinkah dirasakan lama dan bahkan sangat lama oleh orang tua?. Menjalankan tugas yang memang bukan bidang tugas pokok dan fungsinya. Begitulah orang biasa menyebutnya. Biasa pula orang menyebutnya dengan istilah tupoksi. Lupa dengan sejatinya bahwa saya, dia, kami, kita dan mereka adalah seorang guru. Tanpa disematkan  ijazah dari sekolah keguruan. Tetapi memang sebelum tanggung jawab mendidik anak-anak diserahkan kepada yang berijazah keguruan,  orang tualah yang menjadi guru pertama buat buah hati kita, anak-anak kita. Apakah di antara kita ada yang lupa lupa?

Para sahabat literasi, para guru dan para orang tua. 
Kurang lebih empat bulan sudah berlalu, tatanan pendidikan kita berubah pola pelaksanaannya karena ulah pandemi covid 19. . Ruang belajar berpindah tempat. Awalnya  anak-anak kita belajar di lembaga yang disebut sekolah dengan gedung khusus yang memang dipersiapkan untuk anak-anak kita. Gedung dengan ruang kelas berbentuk segi empat yang di dalamnya berjejer meja bangku, dilengkapi dengan papan tulis terpajang di depan tempat duduk anak-anak. Guru berijazah sekolah keguruan juga siap mendampingi anak-anak sepanjang jam sekolah. 

Kini sejak corona virus disease 19 (covid 19 ) melanda negeri kita bahkan melanda dua pertiga belahan dunia, pembelajaran dilaksanakan dari rumah.  Menempatkan orang tua sebagai pengganti guru yang di sekolah. Guru pertama saat pandemi ini memegang peran penting dalam mendukung pembelajaran putra-putrinya. Sebagaimana dulu ketika orang tua mengajarkan anak-anak untuk berbicara, bersosialisasi, berjalan,  makan dan pembelajaran lainnya. Tempat belajar yang tak lagi berupa gedung atau ruangan khusus. Tidak ada lagi bangku berjejer berikut meja dan papan tulis. Situasi dan tempat yang sangat berbeda. Keadaan yang tidak sebentar, bermingu-minggu dan berbulan-bulan. 

Tugas mendampingi anak-anak belajar beralih dari guru kepada orang tua. Bagaimana tingkah polah orang tua dalam pendampingan anak-anak mereka?  Telaten, tekun, sabar, emoasi, menggerutu atau bahkan cendrung menyerah?  Adakah di antara orang tua yang menyalahkan pemerintah, menyalahkan guru, tidak percaya tentang adanya virus corona atau praduga lainnya. Saya yajin di antaranya tentu ada. Bahkan ada orang tua yang mungkin sok pintar, usul ini usul itu ke oihak sekolah dengan dasar hanya mengukur dari anak mereka sendiri (ma.af tulisan ini berasal dari pengamatan pribadi penulis

Banyak hal yang dapat kita lihat, kita baca dan kita dengar  tentang curhatan, keluh kesah bahkan hujatan orang tua terhadap situasi pendidikan saat ini. Mungkinkah penyebabnya karena kejenuhan mendampingi putra-putrinya di rumah? Mungkinkah karena kekurangmampuan orang tua dalam membimbing putra-putrinya? Mungkinlah karena merasa pembelajaran daring yang dilaksanakan ini mahal karena harus menyiapkan kuota? Entahlah!  Masih banyak kemungkinan-kemungkinan  lainnya.

Semua kemungkinan itu menyebabkan orang tua berkomentar miring kepada pemerintah, ketika pemerintah menutup sekolah. Mereka membandingkan  antara sekolah dan mol. Sekolah tutup mengapa mol buka?  Mereka tidak memikirkan tentang dampak terhadap anak-anakmereka jika sekolah dibuka pada situasi pandemi yang tak menentu ini.  Orang tua juga berkomentar miring kepada guru. Komentar yang melukai hati guru. Komentar sinis yang hanya bisa dijawab dengan kata sabar dari para guru.  Bahkan ketika sekolah menunjukkan prestasi sekolah kepada anggota whatsaap grup, ada di antara orang tua yang mengatakan," Saya akan lebih bangga jika guru mengatakan tidak ada corona." Astagfirullah hal azim.

Ada komentar yang melukai hati guru pernah ditayangkan disiaran televisi dan diperkarakan oleh PGRI. Komentar itu mengatakan kalau guru menerima gaji buta di masa pandemi ini. Mungkinkah ini juga disebabkan karena kejenuhannya mendampingi putra-putrinya belajar di masa pandemi ini?

Banyak lagi ujaran-ujaran  dalam whatsaap grup kelas yang menunjukkan bahwa orang tua sudah kelelahan, kewalahan dan sepertinya jenuh.
"Ma.af ibu guru, saya mendampingi sebatas kemampuan. Saya tidak bisa membantu mengerjakan tugas,." ujaran orang tua dalam grup. Ini bisa dimaklumi karena tidak semua orang tua lulusan SMP, SMA atau perguruan tinggi. Jika sekolah berada dipedesaan.

Postingan orang tua dalam whatsaap grup kelas memang tak jarang membuat kepala cenat cenut ketika dibaca. Postingan yang menunjukkan adanya indikasi mereka sudah jenuh dengan kondisi belajar dari rumah. 
Apakah saat ini, orang tua sudah sampai kepada titik jenuh dalam membimbing putra-putrinya belajar dari rumah?
Semoga ada hikmah dibalik semua ini. Orang tua akan lebih menyadari bagaimana beratnya tugas guru. 

Lombok, 2 Agustus 2020

3 comments:

  1. Sangat jenuh, ortu bahkan mulai enggan membantu anak2nya utk menyelesaikan tugas.
    Tulisan yg menggambarkan fakta di lapangan. Mantul...

    ReplyDelete

Forum Pemangku Kepentingan ( Sekolah Penggerak Angkatan 2)

 Oleh Nuraini Ahwan.  Da lam rangka mendorong dan mempercepat terjadinya transformasi satuan pendidikan dan terciptanya ekosistem pendukung ...