Oleh Nuraini Ahwan
Empat tokoh yang menginspirasi saya dalam menulis setelah masuk dalam beberapa grup menulis. Telah berhasil menelurkan beberapa buku antologi. Dua dari empat tokoh tersebut adalah Bapak Much. Khoiri dan Bapak Wijaya Kusumah. Dalam tulisan beliau beberapa hari ini telah menginspirasi saya menuliskan apa yang saya lihat sore ini.
Berawal dari tulisan Bapak Moch. Khoiri yang berjudul *Keras/Lunak Tehadap Hidup* Sebuah tulisan Quote Of The Day beliau tentang menyikapi hidup. Inti dari tulisan beliau tergambar dalam pengantar pada blog yang diposting beliau dalam grup Rumah Virus Literasi. Bila kita keras terhadap diri kita, maka hidup akan lunak terhadap kita, demikian sebaliknya jika kita lunak terhadap hidup kita, maka hidup akan keras kepasa kita.
Bapak Much. Khoiri mengajak pembaca untuk merefleksi diri apakah tulisan ini ada yang cocok dengan diri kita. Lanjut saya membaca dengan segera blogwalking ke blog beliau untuk dapat membaca lebih jelas tentang makna dari *Keras Lunak Terhadap Hidup*. Blogwalking juga merupakan ajakan beliau kepada pembaca untuk membiasakan diri melakukannya.
Dari hasil blogwalking saya mendapat gambaran bahwa orang-orang sukses yang kita lihat sekarang ini dulunya hidupnya keras dan tidak bermalas-malas. Saya sependapat dengan beliau. Ini artinya kalau mau sukses, ya jangan bermalas-malas.
Tulisan Bapak Dosen Unesa, editor dan penulis lebih dari 40 buku ini, mendapat sambutan dari Bapak Wijaya Kusumah yang berefleksi tentang kehidupan beliau yang sulit di masa lalu tetapi kini meraih sukses bahkan sedang menyelesaikan studi Doktornya. Sebuah tulisan yang membuat saya juga melayang mengenang masa lalu saya yang begitu sulit hampir putus sekolah.
Kesulitan hidup pada masa lalu saya, mungkin seperti itulah yang dijalani oleh orang yang ada di hadapan saya hari ini.
Ketika saya sedang menikmati semangkok bakso selepas menunggu ponaan opname di rumah sakit, suara gitar terdengar dari belakang tempat duduk saya.
Suara gitar diiringi lagu yang merdu membuat saya menoleh ke arah suara itu. Tampak seorang wanita berparas cantik, masih muda dan perawakannya sangat bagus. Wajahnya tidak dipoles makeup maupun gincu. Meski demikian ia tetap terlihat cantik. Saya yang seorang wanita mengagumi kecantikannya.
Ia menggendong sebuah gitar dan memainkannya dengan apiknya. Dia adalah seorang pengamen. Suaranya yang merdu dan indah, tak ada palesnya membuat saya tak cepat-cepat merogoh saku. Saya ingin menikmati alunan lagunya sampai selesai. Lagi pula saat itu saya tidak membawa dompet. Hanya selembar uang yang saya bawa genggam di tangan
Tas dan dompet, saya tinggal di rumah sakit tempat ponaan di opname. Hanya berjalan berapa puluh meter sampailah ke pedagang bakso. Jadi cukup membawa selembar uang saja sambil jalan-jalan melepas pegal duduk dalam kamar rumah sakit. Alunan lagu merdu dari pengamen cantik tadi selesai. Karena bakso belum di bayar, jadi uang selembar di genggaman masih ada. Untuk memberikan pengamen cantik, saya pinjam dulu padagang bakso.
Pengamen adalah pekerjaan yang sudah lumrah dan banyak kita lihat. Baik yang masih anak-anak, remaja maupun orang tua. Pengamen mangkal di lampu merah. Di kota besar, pengamen leluasa naik bis dan mencari rezeki di atas bis. Berbeda dengan di Lombok, pengamen tak sebanyak di kota besar, Jawa dan Jakarta.
Karena pengamen yang tak banyak di tempat saya, membuat saya ingin mengabadikan seorang pengamen cantik ini dalam sebuah tulisan. Pengamen kebanyakan laki-laki tetapi yang saya lihat adalah pengamen perempuan muda, cantik, berparas ayu. Usia seperti anak kuliahan atau jika sudah berkeluarga, saya memprediksi pengamen itu baru mempunyai anak satu.
Setelah berbagi sedikit rezeki dengannya, perempuan cantik yang punya suara merdu itu meninggalkan tempat. Ia menuju tempat makan atau kerumunan lainnya. Semoga rezekinya dilancarkan.
Sembari menikmati es kelapa yang disuguhkan pedagang bakso, saya berpikir mungkin hidup pengamen itu sedikit mirip dengan kesulitan hidup saya dulu. Bedanya saya berjuang tidak sebagai pengamen. Suara saya tidak mendukung he he.
Wajah cantik, masih muda tetapi tetap gigih berjuang mencari rezeki. Andai saja ia orang berada atau orang mampu secara ekonomi, mungkin ia tak akan memilih profesi sebagai pengamen. Ia bahkan membuang rasa malu dan rela berkeliling di tengah panas terik, hujan lebat untuk sekedar mengharap ikhlas orang berpunya merogoh koceknya.
Tak terasa air mata saya mengalir saat itu. Saya salut dan menaruh penghargaan kepada perempuan cantik inim Andai ia seorang ibu, saya salut ia berjuang seperti itu untuk menghidupi buah hatinya. Andai ia mahasiswi dan orang tuanya tak berpunya, ia gigih menuntut rezeki untuk biaya kuliahnya demi cita-cita dan meringankan beban orang tuanya. Andai ia seorang kakak dari keluarga yang ditinggal orang tuanya, saya salut bahwa ia sebagai kakak yang bertanggung jawab terhadap adik-adiknya.
Semoga kerja kerasmu wahai pengamen cantik akan berbuah manis. Semoga apa yang menjadi niat perjuanganmu berhasil.
Saya akan datangi tempat itu, sekedar ingin berkenalan dengan pengamen cantik ini.
Lombok, 19 Februari 2021.
No comments:
Post a Comment