Oleh Nuraini
Sahabat
literasi,
Secuil
kisah tentang perkenalan saya dengan Bapak Much Khoiri, pendiri sebuah
komunitas menulis. Sebuah komunitas yang kini memiliki anggota yang yang
berkembang pesat dibandingkan dengan ketika saya masuk menjadi anggota
komunitas ini. Komunitas ini bernama Rumah Virus Literasi. Sebuah nama
yang bagus. Nama bagus ini membuat
komunitas ini berkembang pesat seperti cepatnya virus menyebar.
Saya
mengenal Bapak Much Khoiri melalui dunia maya dalam komunitas menulis yang
dipimpin oleh Om Jay. Om Jay adalah sapaan akrab atau nama pena dari Bapak Wijaya Kusimah. Bapak Bloger Indonesia.
Tanggal 9 Februari 2020 terjadi perbincangan antara saya dengan Bapak Much
Khoiri melalui dunia maya terkait dengan buku karya beliau. Inilah awal
perkenalan saya.
Saya
tertarik pada buku karya dari Bapak Dosen UNESA, pegiat literasi, penulis buku juga
dengan segudang prestasi lainnya dalam bidang kepenulisan. Keinginan saya untuk
bisa menulis membuat saya memesan beberapa buku. Buku yang saya pesan antara
lain,”Pagi Pegawai, Petang Pengarang, Sopo Ora Sibuk dan Writing is Selling.”
Saya
sangat berharap buku-buku yang akan tiba di tangan akan menghantarkan saya
untuk mampu mengikuti teman-teman komunitas dalam menulis. Kemampuan menulis
yang dimiliki teman-teman dalam grup membuat saya berdecak kagum. Saya membuat
perumpaan tulisan mereka lancar mengalir bak air. Deras dan kencang namun tak
berbahaya. Ibarat daging, isinya saja. Tak berselang lama sejak saya pesan,
buku pun sudah di tangan.
Saya
kaget ketika membaca sebuah pesan masuk yang berasal dari bapak yang familiar
dengan topinya ini. Pesan itu berisi tantangan yang ditujukan pada saya untuk
membuat resensi dari sebuah buku beliau. Apabila resensi yang saya kirim nanti
sesuai dan memenuhi kreteria, maka tulisan saya akan disertakan pada buku
beliau berikutnya. Tantangan itu pun saya terima dengan sedikit keraguan dalam
hati. Antara bisa atau tidak. Saya tidak pernah menulis sebuah resensi
sebelumnya. Kalau tidak salah, buku yang akan dibuat resensinya adalah ,”Writing
is Selling.”
Saya
membaca berulang-ulang buku tersebut sambil saya mencari informasi tentang resensi
dengan berselancar di dunia maya. Saya memperoleh sedikit gambaran tentang resensi.
Saya mulai membaca sub judul demi sub judul. Saya membaca dan saya menelaah
buku bagus ini dengan kaca mata saya sebagai penulis pemula. Ibarat kata,
sambal menyelam minum air. Sambil meresensi sambal belajar juga dari buku
beliau. Rampung tulisan genre resensi, saya
langsung megirim ke alamat email Bapak Much Khoiri. Alhamdulillah,
tulisan saya diikutsertakan dalam buku beliau yang berjudul,”Virus Emcho.”
Itulah,
awal pertemuan saya dengan pendiri rumah virus literasi yang telah memberikan
ruang pada saya untuk menghasilkan karya. Komunitas rumah virus literasi yang
dinakodai oleh Mr. Emcho sapaan akrab Bapak Much.Khoiri, dibantu oleh Ibu Milati Masruroh (Milla
Efendi). Anggota grup dibuatkan jadwal untuk menyetor tulisan dalam grup.
Jadwal ini membuat saya merasa berhutang tulisan jika pada jadwal mengirim
tulisan, saya alfa. “Hutang tulisan
dibayar tulisan,” begitu pernyataan Mr.
Emcho dalam sebuah tulisan pada buku beliau.
Tulisan
anggota yang diposting di grup awalnya hanya seperti pesan biasa, namun
berkembang menjadi tulisan yang diposting dalam blog. Pembelajaran tentang blog
juga terjadi pada komunitas ini. Saling berbagi pengalaman sehingga semua
anggota bisa berkunjung ke blog para sahabat. Meninggalkan jejak pada blog
tentu merupakan harapan yang punya blog. Ungkapan apresiasi seperti kata mantap,
luar biasa, sukses, menginspirasi dan kata-kata sejenis lainnya selalu menjadi
jejak yang ditinggalkan oleh pengunjung blog. Sebuah apresiasi dari seseorang
yang tidak pelit pujian sebagai bentuk memotivasi bukan untuk mematahkan
semangat penulis pemula. Seperti itulah yang saya rasakan.
Perjalanan
dalam komunitas rumah virus literasi membuat saya kala itu memiliki semangat
yang tinggi untuk menulis. Banyak kalimat motivasi yang saya
baca dalam tulisan para sahabat. Om Jay memulai
tulisannya dengan kalimat motivasi,”Menulislah dengan sepenuh hati.”
“Menulislah setiap hari, biarkan tulisan yang
akan menemukan takdirnya sendiri,” begitu ungkapan Ibu Kanjeng, sapaan akrab
untuk Ibu Sri Sugiastuti. Seorang pegiat literasi, motivator dan penulis banyak
buku. Sementara pada blog spirit literasi milik Dr Ngainun Naim, saya membaca
tentang beberapa tingkatan dalam menulis. Apa penyebab seseorang tidak menulis
dan apa pula penyebab seseorang punya komitmen diri untuk menulis. Tulisan pada
blog ini membuat saya mampu menilai diri.
Pada posisi yang manakah keberadaan saya di antara tingkatan dalam
menulis tersebut.
Pertemanan
saya dengan sahabat literasi dalam beberapa komunitas menulis memantik semangat
saya untuk menulis. Membakar nyali untuk
memberanikan jemari saya menari
menuangkan ide yang sudah tertulis dalam angan dan kepala. Berpikiran
terbuka dan menerima saran maupun kritikan para sahabat terhadap tulisan saya
pada blog.
Perkenalan
dan keberadaan saya tengah-tengah penulis hebat dalam grup membuat saya merasa
kuat untuk belajar menulis. Meskipun hingga saat ini saya masih sangat fakir
dengan ilmu kepenulisan tetapi setidaknya saya memiliki nyali untuk menerbitkan
tulisan saya dalam bentuk buku solo. Keberanian ini muncul setelah beberapa
tulisan saya diterbitkan dalam buku antologi. Buku adalah mahkota seorang
penulis. Sangat tepat pernyataan yang
mengatakan,”Jika bergaul dengan pedagang minyak wangi, maka kita akan ikut
menjadi wangi/harum. Jika bergaul dengan penulis, maka kita akan bisa menjadi
penulis.”
Buku
yang sudah saya hasilkan merupakan kumpulan dari mesin penampung tulisan yakni
blog. Dari tulisan dalam blog pribadi https://nurainiahwan.blogspot.com, saya
himpun menjadi satu buah buku berjudul,”Rahasia Menulis Ala Penulis Hebat.”
Merupakan kumpulan resume dari narasumber pada, “Komunitas Belajar menulis
gelombang 2,” di bawah asuhan Wijaya
Kusumah.
Lahirnya
buku saya yang berjudul,”Rahasia Menulis Ala Penulis Hebat,” memberikan
perasaan puas tersendiri pada diri saya. Terlepas dari buku itu menjadi buku
yang diminati atau tidak oleh orang lain. Lahirnya buku ini berpengaruh besar terhadap minat dalam diri
saya untuk menulis dan menerbitkan buku. Keinginan ini bahkan jauh lebih besar
dari keinginan saya ketika buku solo saya yang pertama terbit.
Selama
bergabung dalam komuntias rumah virus literasi, menghantarkan saya menelurkan 2
buku solo. Buku pertama pada komumitas rumah virus lierasi, yang merupakan buku
solo saya yang 3 berjudul,”Menghimpun yang Terserak,” juga merupakan kumpulan
tulisan dalam blog. Tulisan ini merupakan tantangan menulis dari selama 28 hari
tanpa jeda pada bulan Februari. Tantangan ini diberikan oleh Yayasan Pustaka
Thamrin Dahlan asuhan Bapak Thamrin Dahlan. Selanjutnya buku saya yang ke-4
berjudul,”Diari Seorang Kepala Sekolah.” Buku ini lahir pada masa covid 19 yang
merupakan kumpulan kegiatan atau pengalaman Kepala Sekolah memimpin sekolah
pada masa covid 19.
Mulai
bulan Agustus 2021 sampai 24 November 2022, saya absen menulis, baik dalam blog maupun pada komunitas rumah
virus literasi. Saya absen menulis namun tidak pernah absen dalam aktivitas menyimak
dan membaca postingan para sahabat dalam komunitas. Bahkan komunitas rumah
virus literasi merupakan grup whatsaap yang pertama saya kunjungi setelah whatsaap
grup kedinasan. Absen dari aktivitas menulis disebabkan karena banyaknya
kejadian yang menimpa dan menguras pikiran. Ini bertolak belakang dengan apa
yang disampaikan Bapak Much Khoiri dalam beberapa kesempatan atau tulisannya.
Masalah, kejadian bahkan musibah bisa menjadi sumber ide kita untuk menulis.
Saya tidak bisa menjadikan masalah, musibah menjadi sumber ide tetapi justru
saya terpuruk dan absen dalam banyak kegiatan.
Moment
peringatan hari Persatuan Guru Republik Indonesia ke-77 dan Hari Guru Nasional
ke-23, tahun 2022 ini, saya gunakan untuk mulai menulis lagi. Tulisan ini akan menandai kehadiran saya kembali pada
komunitas rumah virus litarasi yang sudah lama tidak saya sapa. Komunitas yang
membuat rindu saya melangit ketika diadakan kopi darat atau kopdar di bulan
Oktober 2022 di Yogyakarta.
|
|
No comments:
Post a Comment