Sunday, July 5, 2020

Pengalaman Menulis: Bagaimana Mengolah Bahasa Tulisan? (Daring Seri 45)

Oleh Nuraini Ahwan

Sahabat literasi, pembaca dan pengunjung blog https://nurainiahwan.blogspot.com, 
Kalimat inspiratif yang selalu mengawali  tulisan dalam blog ini, intinya adalah memotivasi diri sendiri dan pembaca agar senantiasa istiqomah  untuk melatih diri, mengasah diri dalam menulis. 

Menulis setiap hari dengan sepenuh hati, biarkan tulisan yang akan menemukan takdirnya sendiri, cintailah kata agar ia juga mencintaimu. Membacalah agar mampu merangkai kalimat demi kalimat menjadi indah dan bermakna.

Kalimat inspiratif yang menghiasi blog ini, sedikit-demi sedikit, perlahan-lahan menggugah hati untuk senantiasa meluangkan waktu untuk menulis. Kalau pun ada hari yang tak teriisi dengan kegiatan menulis, insyaallah jika komitmen sudah ada, maka hari yang kosong tersebut dianggapnya sebagai hutang pribadi. Hutang tulisan yang dibayar dengan tulisan keesokan harinya. 

Bagaimana perkembangan kepenulisan dari pengalaman pemilik blog ini?. 
Sahabat literasi akan dapat mengetahui bagaimana perjalanan pemilik blog dalam menulis. Barangkali ini perjalanan yang biasa bagi sebagian orang, tetapi bisa jadi ini perjalanan yang luar biasa bagi yang lain. Bisa juga  pengalaman ini menjadi sesuatu yang menginspirasi sahabat literasi dan pembaca. Simak sampai tuntas, ya!

Pertama, kegiatan menulis yang dilakukan hanya ingin mendokumentaskan apa yang akan atau sudah dilakukan, dilihat, dirasakan dan didengar.  Tulisan yang menjadi catatan sendiri tanpa berharap dibaca oleh orang lain. Mengapa demikian?
Jawabannnya adalah malu jika dibaca orang lain. Takut tulisan dikatakan jelek, tidak bagus, dan berbagai alasan lainnya sehingga tulisan hanya berdiam diri di laptop atau di catatan handphone. Perasaan itu segera  disingkirkan dari pikiran. Berbaik sangka hendaknya ditanankam pada diri. Berpikir bahwa menulis dan menulis saja. Jika tulisan kita baik dan direspon baik, atau disukai pembaca, anggaplah itu sebagi bonus yang harus disyukuri. Jika tulisan kita kurang mendapat respon bahkan dikritik oleh pembaca, maka anggap itu sebagai perbaikan untuk tulisan kita selanjutnya. Berniat saja bahwa tulisan itu sebagai ladang amal ibadah bagi pembaca ketika mereka memberikan saran perbaikan kepada kita. 

Kedua, mengatakan kehabisan ide untuk menulis sehingga untuk produktif dalam menulis tidak bisa dilakukan. Terjadilah timbul tenggelam dalam menulis. Padahal ide terkembang di sekitar kita. Ikut serta dalam jejaring atau komunitas menulis menjadi salah satu penyumbang ide dalam menulis. Anggota jejaring juga yang memotivasi bahwa apapun bisa ditulis. Ide bisa datang dari mana saja. Jadi segera tulis ide yang muncul sebelum ide itu hilang (FreeWriting)

Ketiga, merasa berkecil hati ketika tulisan tidak banyak yang merespon atau memberi tanggapan. Segera perasaan itu dibuang jauh-jauh. Menulislah terus, biarkan tulisan itu menemukan takdirnya sendiri seperti kalimat motivasi dari Bunda Sri Sugiastuti (Bu Kanjeng). 

Keempat, merasa takut tulisan banyak salah, baik dari pilihan kata, pola kalimat dan sederet aturan kepenulisan lainnya. Segera lepaskan ketakutan itu dan tulislah dari hati. Menulis dan editing merupakan bagian yang terpisah. Jadi jangan khawatir. Perlu diingat, meskipun  menulis dan editing merupakan sesuatu yang terpisah, tetapi paling tidak kita bisa menjadi editing bagi tulisan kita sendiri. Seperti disampaikan oleh bapak Wijaya Kusumah,"Menulis setiap hari dengan sepenuh hati, tidak asal jadi."

Kelima, pemilik blog  https://nurainiahwan.blogspot.com, berusaha menjadikan  apa yang dilakukan, didengar, dilihat, dan dirasakan sebagai ide untuk ditulis. Pokoknya menulis saja tanpa rasa malu.

Keenam, meminimalisir semua hambatan yang ada dalam menulis dan memaksimalkan semua peluang yang ada. Hambatan mungkin datang dari luar maupun hambatan terbesar dari dalam diri sendiri.  Peluang berupa komitmen diri yang terus dipelihara dan peluang dari tersebarmya jejaring atau komunitas belajar menulis baik tatap muka maupun daring (whatsaap grup).

Sahabat literasi,  peluang berupa jejaring sosial yang bergerak dalam komunitas menulis dijadikan rumah belajar untuk memperbaiki tulisan yang sudah selesai ditulis. Membuka kembali tulisan yang sudah selesai atau membuat tulisan yang lebih baik lagi sesuai dengan aturan kepenulisan. Bertindak selaku editor untuk tulisan sendiri sebelum sampai ke editor yang sesungguhnya. Hal ini dilakukan supaya tidak membuat retak kepala editor. 

Peluang belajar dari jejaring atau komunitas menulis telah menghantarkan pemilik blog untuk merenung dan mengingat apa yang sudah ditulis dalam blog. Apakah sudah benar cara mengolah bahasa tulisan? Beruntung komunitas menulis berbagi ilmu bagaimana mengolah bahasa tulisan yang benar. 

Dalam tulisan  *Much. Khoiri,  penggerak literasi, trainer, editor, dan penulis 42 buku dari Unesa Surabaya tentang 'Teori' Menulis (22):*MENGOLAH BAHASA TULISAN*

Bapak Much. Khoiri menjadi editor untuk tulisan para sahabat literasi, kerap mendapati mereka yang kurang teliti dalam berbahasa. Untuk kesalahan minor, mudah memberi masukan. Namun, untuk mayor, mereview-nya bisa menyebabkan kepala retak. Tak jarang, saya komentari begini, "Kali lain, mohon cermati kalimat _sampean_ dengan teliti sebelum dikirim." Jika jarak terjangkau, mereka malah saya ajak _ngopi_ dan _ngobrol_ tentang mengolah bahasa. Sungguh, itu penting.

Ada beberapa hal yang perlu juga diperhatikan dalam menulis dan bahasa tulisan:
  1. Mengekspresikan gagasan, perasaan, atau pengalaman bisa ditempuh lewat bahasa lisan atau bahasa tulis. 
  2. Bahasa tulisan kita masih bisa diperbaiki setelah kita menulis sesuatu (semisal artikel opini), rasanya wajib bagi kita untuk bisa mengolah bahasa tulisan kita. 
  3. Perbedaan mendasar bahasa tulis dan bahasa lisan adalah bahwa terhadap bahasa tulis yang kita buat, kita masih berkesempatan untuk mengolahnya terlebih dahulu sebelum kemudian diserahkan kepada pembaca. Jika dalam bahasa lisan kita tidak dapat merevisi kalimat-kalimat kita, bahasa tulis memungkinkan kita merevisi dan menyempurnakannya.
  4. Bahasa itu merepresentasikan atau mewakili gagasan kita. Bahasa itu wadah bagi gagasan kita. Language and mind (bahasa dan pikiran) tak terpisahkan. Jika kata-kata yang kita tuangkan belum mewakili gagasan kita, kita harus melakukan koreksi atau revisi terhadap kata-kata tersebut. Bahasa apakah yang paling tepat mewakili gagasan kita ketika membuat artikel opini, cerpen, puisi, feature, atau dongeng?
Apa yang harus diolah dalam bahasa tulisan?

Pertama, tata bahasa
  • Kita wajib memeriksa apakah kalimat-kalimat kita mengandung relasi subjek-predikat  secara benar. Meski ada kalimat-kalimat panjang, struktur atau pola subjek-predikat harus jelas tampaknya. Tanpa kejelasan ini, kalimat kita bisa mengundang kesalahpahaman.
  • Bahasa Indonesia juga mengandung pola relasi subjek-predikat (malah, plus objek dan keterangan). Termasuk di dalamnya kalimat pasif. Sebagai penegak bahasa Indonesia, kita perlu menerapkan kaidah-kaidah bahasa itu selama menulis. Sedapat-dapatnya kita berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
  • Jika kalimat kita masih berupa klausa (meski panjang), kita harus segera menyusunnya menjadi kalimat bersubjek-berpredikat. Dengan relasi subjek-predikat yang jelas, pembaca akan mudah memahami tentang siapa melakukan apadan itu mempengaruhi konstruk pikirannya

Kedua, Diksi (pilihan kata)
  • Kita harus mengolah diksi yang kita gunakan. Tatkala menuangkan gagasan dalam suatu tulisan, mungkin  kita telah menggunakan kata tewas untuk menyebut meninggalnya seorang kiai. Tentu saja, itu kurang pantas, alias tidak tepat konteksnya. Untuk itu, kita perlu mengolahnya menjadi wafat.  Secara kontekstual, pemakaian wafat lebih tepat daripada tewasmeski kenyataannya pak kiai itu memang meninggal dunia.
  • Diksi itu mewakini gagasan kita, suasana bathin kita,  itulah mengapa diksi tulisan kita bisa digunakan oleh orang lain untuk menilai (baca: membaca) suasana pikiran, perasaan, atau pengalaman kita.  Kebahagiaan, kesedihan, kegeraman, kemarahan, dan sebagainya tercermin dari diksi yang kita pilih. Karena itu, waspadalah dalam memilih diksi.
Ketiga, Gaya Bahasa
  • Gaya bahasa (style) dalam tulisan. Jika kita menulis artikel ilmiah, kita wajib mengolah bahasa yang kita gunakan ke dalam gaya bahasa ragam resmi ilmiah. Kita juga harus menggunakan diksi-diksi konseptual (mengandung konsep/pengertian) dalam paparan tulisan kita.  Jika kita menulis artiel ilmiah dengan gaya mendongeng, inilah yang melanggar “kepatutan” berbahasa.
  • Bagi kita yang terbiasa menulis artikel ilmiah, perlu alih gaya ( _style switching_) ke semi-ilmiah (populer) ketika menulis artikel opini untuk media massa. Sebaliknya, bagi kita yang setiap hari bergelut dalam dunia jurnalistik, perlu alih gaya ke ilmiah ketika menulis makalah ilmiah atau tesis. Masing-masing perlu perjuangan tersendiri. 
  • Sementara itu, jika kita membuat catatan perjalanan untuk anak SD, kita harus memilih gaya tulisan yang lincah dan non-resmi; agar dinilai enak dibaca dan perlu. Sebaliknya, ketika kita menulis karya kreatif semisal cerpen atau puisi,  kita juga wajib menaati kaidah-kaidah penulisan cerpen atau puisi. Artinya, bahasa cerpen atau puisi berbeda gayanya dibanding artikel ilmiah.
Beruntung mendapat penjelasan dari Bapak penggerak litrasi sekaligus editor langsung. Inilah yang dinamakan memaksimalkan peluang. Peluang dapat belajar mengolah bahasa tulisan sebelum dikirim ke media massa, dikirim ke blog untuk dibaca para sahabat literasi maupun sebelum dikirim ke penerbit. Pada akhirnya, menulis setiap hari dengan sepenuh hati dan tidak asal jadi dan Ikatlah ilmu dengan tulisan.

Berbekal dari tulisan ini pula, pemilik blog akan berusaha memperhatikan aturan mengolah bahasa tulisan dengan benar dalam setiap menuangkan ide dalam tulisan. Berusaha menjadi editor  tulisan sendiri sebelum dikirim untuk dibaca oleh orang lain. 

Mengolah bahasa tulisan kita memang bukan pekerjaan sederhana dan tidak bisa dilaksanakan  sepintas lalu. Tidak! Untuk memperoleh tulisan yang berkualitas, selain bobot isi dan organisasinya, kita harus mencermati bahasa yang digunakan dan mengolahnya dengan benar pula.

Terima kasih  bapak

Lombok, 5 Juli 2020

10 comments:

  1. Membaca tulisan ini sangat-sangat mendapatkan ilmu baru.
    Izin menyimpan ya bu Nuraini.
    Salam hangat, salam kenal bu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih, boleh silahkannjika berkenan. Salam kenal juga dari Lombok

      Delete
  2. Bunda ini udah layak jd penulis handal ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. He he jadi tersanjung ni, ayo dirimu yang masih muda banyyyakkkk kesempatan

      Delete
  3. Perlahan namun pasti air yg mengalir itupun menemui muaranya... semangat !

    ReplyDelete

Kegiatan Akhir Tahun di SDN 1 Dasan Tereng

Beragam kegiatan yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan untuk mengakhiri masa pembelajaran setiap tahunnya. Kegiatan ini sepertinya merupa...