Oleh Nuraini Ahwan.
Saya bukanlah penulis handal yang sudah malang melintang dalam dunia tulis menulis. Pengalaman menulis sangat kurang bahkan saya menyebut diri sebagai orang yang fakir pengalaman menulis. Meskipun demikian, saya punya keinginan yang besar untuk menebar semangat literasi baca dan tulis. Tak putus asa untuk mengajak teman-teman guru di mana saja berada.
Berbagai cara yang saya lakukan untuk menebar semangat literasi kepada teman-teman. Berbicara langsung atau sekedar memposting tulisan sendiri sebagai sarana memotivasi teman-teman.
Ketika saya memposting tulisan di media sosial atau sekedar memposting buku antologi atau hasil karya dan penghargaan yang saya terima, bukanlah bermkasud ria dan rekan-rekannya. Astagfirullah hal azim, Tetapi semata mata saya bermaksud untuk memotivasi teman-teman bahwa tulisan yang saya ragukan pada awalnya ternyata tulisan itu menemukan takdirnya.
Mungkin setiap orang yang menulis tak akan pernah mengatakan tulisannya sendiri hebat, apalagi penulis pemula. Penulis pemula cenderung menyembunyikan tulisannya karena malu dibaca orang. Sebenarnya biarlah pembaca yang menilainya, baik, buruk, suka, tidak suka, dibaca tuntas atau tidak.
Kita hanya menulis atau menyiapkan tulisan dan menyiapkan diri untuk dapat menerima komentar pembaca tentang baik dan buruknya tulisan kita. Lalu perlahan-lahan menjadi editor tulisan sendiri dan publish. Biarkan orang lain yang membacanya.
Kali ini, saya berusaha menebar semangat literasi. Saya ingin semangat ini dengan cepat menular kepada teman-teman. Mengadopsi cara kerja komunitas menulis adalah solusi yang saya pilih.
Mengadopsi cara kerja komunitas menulis "Rumah Virus Literasi" dalam memotivasi anggota grup untuk menulis cukup manjur. Rumah virus literasi di bawah asuhan Bapak Much. Khoiri (Penggerak literasi, trainer, editor, dan penulis 42 buku dari Unesa Surabaya) menujuk Bu Milla Masruroh yang dikenal dengan nama pena Milla Efendi sebagai penanggung jawab. Setiap hari sampai penghujung malam, Bu Milla menanti anggota yang menyerahkan tulisan dalam grup. Setiap anggota yang sudah mengirim tulisan diberi tanda centang atau ceklis. Seperti itulah pola kerja Rumah Virus Literasi yang saya adopsi.
Teknik ceklis untuk anggota yang sudah mengirim tulisan pada deretan nama sesuai jadwal kirim rupanya berhasil. Anggota sepertinya ingin segera memposting atau mengirim tulisan sebelum pergantian hari. Seperti inilah yang saya juga rasakan. Ingin segera setor tulisan sebelum pergantian hari. Tak jarang saya minta toleransi waktu pada ibu Milla, sampai menit -menit terakhir agar tidak lolos atau bolong centangan tanda sudah setor tulisan.
Ketika saya mencoba menerapkan pola kerja RVL, teman-teman di tempat saya bertugas diberi tantangan untuk menulis. Memberi batas waktu, memberi ceklist untuk teman yang sudah setor tulisan. Yang menjadi bedanya dengan RVL adalah, kalau anggota RVL menyerahkan tulisan dalam grup dan dikomentari sesama anggota bahkan dikirim juga grup yang lain sedangkan dalam grup di tempat saya bertugas, tulisan diserahkan kepada saya melalui wa pribadi tidak melalui grup. Ini saya lakukan agar teman-teman mau dan tidak malu untuk menulis pertama kalinya. Memgingat mereka masih pada tipe 1 dalam urutan tipe malu menurut Bapak Prof Ngainun Naim.
Benar juga, belum genap hitungan hari, teman-teman sudah banyak yang mengirim tulisan. Alhasil, adopsi pola kerja RVL memyentuh kepada teman-teman guru dan berhasil.
Apa reaksi dan komentar guru-guru keesokan harinya ketika bertemu saya di sekolah?
Bertemu saya pagi hari di sekolah (22 Agustus 2020) dengan wajah penuh senyum. Saling lempar senyum kepada temannya yang lain. Menggerakkan gagang sapu dibarengi dengan obrolan seputar tulisan mereka sampai tak disadari pekerjaan bersih-bersih di sekolah pun selesai.
Melanjutkan merawat tanaman sekolah yang sudah mulai berbunga. Ada mentimun, cabe, buncis, ada juga bayam, pepaya, kates dan beraneka ragam tanaman obat. Teman-teman masih saja membicarakan perihal tulisan mereka masing-masing. Membicarakan tentang tulisan yang masih tersimpan di handphone saya. Tak satu pun guru yang pernah membaca tulisan temannya.
Salah seorang guru senior yang biasa kami panggil "nenek guru" berkomentar tentang tantangan atau PR menulis yang saya berikan. Saya sendiri lebih sering memanggilnya dengan sebutan *mbok* bahasa Bali yang artinya kakak.
Berikut deretan komentar guru," Ada saja cara ibu memberikan kita tugas untuk menulis (PR) dengan tantangan menulis,. Saya malu kalau gak tercentang di grup., Tulisan saya sedikit, itu saja sudah saya ulang berkali-kali tetap saja kalimatnya mutar-mutar dan berantakan., Saya menulis cerita saja, rapat juga saya tulis.
Memulai untuk menulis memang dirasakan berat, sampai suami turun tangan. Ada guru yang berkomentar begini," Saya minta suami ngajarin saya nulis, Suami baca tulisan saya, katanya kalimatnya tidak enak dibaca."
Ada juga yang mengatakan bahwa ia menulis dulu di kertas, baru diketik di hp.
Tak hanya itu, ada guru yang berkomentar seakan malu membaca tulisannya sendiri,"Ibu, saya ketik, tidak saya baca langsung kirim. Kalau saya baca, saya hapus lagi sehingga tidak selesai-selesai. Saya pernah buat tulisan di buku, sampai beberapa lembar, begitu saya baca ulang, saya coret-coret yang tidak enak dibaca. Coretan banyak....akhirnya jadi berantakan. Saya tidak jadi melanjutkan tulisan.
Komentar terakhir dari yang sudah pernah menulis dan menghasilkan beberapa buku antologi," Ma.af belum saya kirim, baru dapat 4 halaman."
Beragam komentar dari teman-teman yang baru memulai menulis. Saya hanya mengatakan, kita sudah menulis banyak untuk pembelajaran. Menulis RPP, menulis materi, menulis laporan dan berbagai tulisan untuk kegiatan pembelajaran. Lalu kapan kita menulis untuk diri kita sendiri? Menulis sesuatu yang bisa menghasilkan karya seperti penelitian, cerita, jurnal dan lain sebagainya. Menghasilkan tulisan yang bisa dibukukan sehingga bisa bermanfaat bagi diri untuk kenaikan pangkat misalnya. Bermanfaat sebagai warisan ilmu kepada anak cucu kita.
Memberikan PR atau tantangan menulis kepada teman-teman, kini menjadi berbalik. Teman-teman guru seakan memberikan PR atau tantangan kepada saya untuk mengumpulkan tulisan mereka. Mengedit tulisan mereka dan menyerahkan kembali tulisan hasil editan kepada mereka.
Wahh......berat nih, belum pernah melakukannya. Menjadi editor tulisan sendiri saja belum bisa. Tetapi demi memotivasi teman, saya akan berusaha bila perlu mengandeng editor dari grup menulis apabila tulisan teman-teman sudah banyak.
InsyaAllah.....
Lombok, 27 Agustus 2020
Edisi curhat.
Curhat nih yeeh, Hayuk tetap semangat yaa..
ReplyDeleteMantap benar
ReplyDeleteKeren bu. Sudah bisa menulari yang lain. Kalau saya masih belum
ReplyDelete