Monday, September 7, 2020

Antara Kesadaran Diri dan Peluang

 Oleh Nuraini Ahwan

Pagi ini, saya mengawali pagi dengan kegiatan yang umumnya dilakukan oleh kebanyakan orang. Khususnya yang dilakukan oleh ibu ibu. Baik sebagai ibu rumah tangga maupun ibu yang mempunyai tugas tambahan di luar rumah untuk membantu mendukung ekonomi keluarga. Karena saya menjalankan peran sebagai inu rumah tangga juga sebagai penompang ekonomi keluarga dengan tugas tambahan sebagai guru, maka tentunya setelah menyelesaikan tugas rumah, saya melanjutkan dengan tugas tambahan yakni bekerja di sebuah institusi pendidikan.

Berburu waktu tentu dilakukan setiap pagi. Apalagi jika terlambat bangun maka gerakan di rumah dipercepat, sambar sana, sambar sini. Tangan seakan ingin merangkul semua pekerjaan agar cepat kelar. Akan halnya dengan hari ini,  tidak terlambat bangun, tetapi pekerjaan rumah lumayan banyak menyebabkan sedikit panik untuk mengejar waktu ke sekolah. Sudah begitu , mendapat teguran  dari lelaki kesayangan di rumah yakni anak lelaki saya yang mengatakan kalau ibunya terlambat bangun, padahal tidak demikian adanya.

Berburu waktu sepertinya setiap hari, di samping karena memang sudah terjadwal jam berapa harus start dari rumah agar tidak terlambat, penggunaan absensi finger print membuat seakan tambah dikejar waktu setiap hari.

Sepanjang perjalanan menuju sekolah, perhatian terpecah sehingga kurang fokus pada keselamatan diri. Pandangan tertuju kepada pengedara sepeda motor. Menjadi perhatian saya adalah pengedara sepeda motor yang tidak menggunakan masker.  Satu, dua, tiga dan ternyata masih banyak orang yang tidak menggunakan masker. Ada rasa kesal dalam hati melihat pemandangan yang tidak menunjukkan ketaatan pada protokol kesehatan. 

Saya ingat dalam tulisan saya sebelumnya, dalam blog https://nurainiahwan.blogspot.com sebuah tulisan berjudul,"Indonesia Terserah, Pagah dan Pengkong," sebuah tulisan yang mengulas tentang bagaimana pagahnya (bahasa sasak artinya keras hati dan pengkong artinya tidak mau menurut) pada protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah. Kelelahan dari petugas yang berdiri di garda terdepan menyelamatkan jiwa manusia menulis kalimat." Indonesia Terserah." dan diposting di media sosial facebook. Setidaknya itu isi tulisan dalam blog saya beberapa waktu yang lalu. Saya merasa kalimat itu sah-sah saja sebagai bentuk luapan kekecewaan petugas pada masyarakat yang tak perduli pada protokol kesehatan. Sehingga pasien terpapar covid 19 terus bertambah saat itu. 

Begitulah, segelintir orang saat ini yang kita temukan. Masih harus di awasi untuk sekedar penggunaan masker.  Di saat pandemi covid 19 ini perlahan-lahan mulai menepi dari pemberitaan dan beberapa daerah sudah berada di zona kuning dan hijau. Sebuah kondisi yang memang kita nantikan. Mereka justru lalai dan abai.  Sangat disayangkan ketika keadaan sudah beramgsur-angsur membaik, masih ada yang seolah mengganggap kita sudah terbebas dari covid 19 dan protokol kesehatan hanya sebuah masa lalu. Inilah yang diantisipasi oleh pemerintah lewat aparat seperti kepolisian dengan merazia orang yang lalai dan abai dalam penggunaan masker. Orang tidak menggunakan masker adalah orang yang tidak sayang pada orang lain. 

Razia masker yang dilakukan oleh aparat kepolisian, saya temukan juga di beberapa titik dalam perjalanan menuju sekolah dan ketika mengurus keperluan di luar sekolah pada hari yang sama. Masih banyak yang kena razia karena tidak menggunakan masker. Saya jadi bertanya pada diri sendiri dan menyayangkan hal ini. Mengapa sulit sekali mematuhi protokol kesehatan? Apakah ini termasuk orang yang pagah dan pengkong?

Duduk di halaman depan sekolah yang berhadapan dengan jalan raya membuat fokus pikiran saya beralih, Dari mempertanyakan mengapa pagah dan pengkong, mengapa tidak memiliki kesadaran sedikit saja untuk sekedar menggunakan masker demi keselamatan diri dan orang lain? Pikiran dan pandangan tertuju pada ramainya lalu lintas jalan raya dan ramainya suara orang yang menjajakkan barang dagangannya di pinggiir jalan. " Masker! masker! masker! Ada razia, ada razia pak! Sambil tangannya diacung-acungkan ke jalan. Beberapa hari ini depan sekolah tambah ramai oleh  penjaja masker dan kendaraan yang berhenti untuk sekedar membeli masker. Takutpada petugas rupanya, bukan takut karena virus corona sehingga mereka abai. 

Perhatian saya terhenti ke arah jalan oleh perkataan salah seorang teman yang ikut duduk di sebelah saya,"Ini berkah bagi pedagang, Bu! Andai saja tidak ada razia, mungkin para pedagang ini tidak punya lahan bekerja. Ada yang kita harapkan dari apa yang kita saksikan ini. Berharap semoga lambat laun ada efek jera bagi pelanggar protokol kesehatan dan mereka sadar akan arti penting kesehatan. Semua patuh dengan himbauan pemerintah,  keadaan normal kembali. Para pedagang kembali bisa bekerja tidak hanya sekedar menjajakan masker. Mereka bisa kembali ke pekerjaan mereka semula. Cerita para pedagang masker ini bahwa ini bukan pekerjaan mereka, ini hanya peluang yang mereka gunakan di saat pandemi ini demi membuat dapur tetap mengepul."

Pesan untuk diri, mari  membangun kesadaran diri untuk sayang diri, keluarga dan orang lain. 

Lombok, 7 Spetember 2020

Email. ahwan.nuraini69@gmail.com

Fb, Nuraini Ahwan

Youtube. Nuraini Ahwan.


5 comments:

  1. Semoga kita menjdi lebih siap menghadapi masalah

    ReplyDelete
  2. Memang diperlukan kesadaran masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan. Tp kebanyakan dr mereka, memakai masker karena takut ditegur/kena sangsi. Budaya pagah dan pengkong ada dimana2. Di Jawa orang semacam ini disebut 'ngeyel'

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jadi gregetan sendiri ya, lihat yang pagah dan pengkong

      Delete
  3. Kita harus sadar tentang kegunaan dari masker,untuk kesehatan kita dan juga untuk dan jiga untuk orang lain.

    ReplyDelete

Forum Pemangku Kepentingan ( Sekolah Penggerak Angkatan 2)

 Oleh Nuraini Ahwan.  Da lam rangka mendorong dan mempercepat terjadinya transformasi satuan pendidikan dan terciptanya ekosistem pendukung ...