Wednesday, October 21, 2020

Tantangan Baru Guru Desa

 Oleh Nuraini Ahwan
Tantangan baru? Sebenarnya tidak juga, bagi guru yang letak geografis tugasnya di perkotaan. Tantangan baru? Ya, bagi guru yang keseharian tugasnya di daerah pedesaan. 
Mengapa? Berikut sejumput tulisan yang berkisah tentang tantangan baru guru desa. 

Pembelajaran jarak jauh baik teknik dalam jaringan atau daring atau juga disebut online selalu penuh cerita. Jika dibandingkan dengan teknik luring atau luar jaringan atau orang juga menyebutnya ofline, maka teknik daring ini sangat sarat dengan cerita. Jika guru atau pendidik terbiasa menulis, maka cerita daring ini tak kan habis untuk ditulis. Jika dibuat menjadi buku maka guru akan menghasilkan banyak buku yang berkisah tentang pembelajaran jarak jauh teknik daring ini.

Pembelajaran dengan teknik daring memang penuh  cerita, apalagi jika daring ini dirasakan garing maka banyak hal yang harus dipikirkan untuk membuatnya menjadi tidak garing. Pembelajaran teknik ini sejatinya menuntut guru untuk mengakrabkan diri dengan dunia teknolgi. Kata mengakrabkan diri mengandung makna seorang guru harus memiliki kemampuan dalam dunia teknologi (lattop, handphone, tablet, komputer dekstop) berikut aplikasi di dunia internet.  Gagap teknologi atau gaptek pada saat menggunakan pola pembelajaran daring menjadi penyebab pelaksanaan pembelajaran menjadi  garing atau tidak menarik.

Salah satu contoh pembelajaran teknik daring yang garing adalah ketika pembelajaran teknik ini sudah berlansung lama, lalu guru tidak memvariasikan strategi pembelajarannya, seperti hanya melalui whatsaap saja. Kirim tugas ke anak- anak, dilanjutkan dengan anak anak mengerjakan tugas, kirim ke guru, komentar atau dibalas oleh guru dengan sepatah dua patah kata penyemangat atau emoticon. Lambat laun anak-anak akan bosan tak terkecuali orang tua. 

Indikasi kebosanan anak-anak terlihat dari menurunnya kedisiplinannya dalam mengirim tugas. Pelampiasan kebosanan atau kejenuhan anak-anak masih sebatas tidak mengirim tugas, tetapi tidak dengan orang tua yang mendampingi mereka belajar di rumah. Orang tua bisa menyampaikan perihak ini melalui bahasa tulis seperti chating ke whasaap pribadi guru atau kepala sekolah. Bahkan perihal ini bisa orang tua murid sampaikan dengan menghubungi kepala sekolah lewat telepon. 

Ini cerita pembelajaran daring hari ini di sekolah kami yang terletak di desa. Berawal dari chatingan wali murid ke whatsaap pribadi saya. Intinya meminta guru memvatiasikan pembelajaran antara lain dengan menggunakan video, zoom dan google classroom atau aplikasi lainnya yang sejenis. Apa ya? Sekokah desa, dengan kepemilikan handphone bukan pribadi anak melainkan orang tua dan membawanya saat kerja, orang tua yang mendampingi sebagian besar tamatan SD dengan penguasan teknologi yang sangat minim.
Apa ya,...googke classrom untuk anak usia SD kelas 1 dan 2? Jika kelas tinggi kemungkinan ini sangat besar jika dilatihkan dengan sabar.

Saya menjawab dengan bijak sehingga orang tua paham dan mengerti dengan kondisi sekolah berikut kondisi orang tua yang mendampingi putra-putrinya belajar di rumah. Berikut jawaban saya terhadap masukan orang tua yang meminta pembelajaran melalui zoom dan google clasroom..
Gih ibu, bisa lewat zoom, google classroom, tapi tidak semua anak bisa dengan aplikasi itu, kami sudah menyarankan untuk orang tua donload aplikasi zoom. Kami meminta guru kelas mendata siapa saja yang punya aplikasi zoom tetapi dalam satu kelas kalau ada 5 orang yang punya. Lagi pula bukan anak anak yang membawa handphonenya pada jam pagi. Apalagi kalau memakai google clasroom untuk ukuran sekolah kami. Ini  belum bisa dilaksanakan jika kita melihat secara rata rata kepemilikan hp. Suatu contoh untuk pengiriman tugas saja, guru guru harus menanti sampai malam bahkan sampai besok baru anak anak kumpulkan tugas. Dengan alasan hp dibawa kerja oleh orang tua. Lalu penggunaan google clasroom, perlu latihan cara penggunaannya. Guru kelas 5 sudah menggunakan google clasroom, itu saja saya me lihat masih kesulitan dsebabkan karena tidak ada pelatihan khusus kepada siswa.  Mengisi absen online saja masih perlu latihan. Jika wali murid di atas rata rata tamatan SMA,  atau hp dimiliki oleh siswa tidak dibawa kerja orang tua, mungkin besar kemungkinan akan bisa. Na...ini, pendampingnya di rumah tidak seperti itu jadi sulit.
Lalu dengan video, banyak orang tua yang meminta jangan banyak nonton  video atau membuat video atau menonton video pembelajaran , katanya orang tua menghabiskan kuota internet yang banyak. 
Kami jadi bingung bapak dan ibu. Tapi akan kami tampung usulan ini, terima kasih.

Nanti kami akan meminta orang tua mendonload aplikasi zoom dan meminta mereka mengisi list siapa saja yang sudah donload aplikasi zoom dan siap belajar via zoom di pagi hari gih, Semoga bisa."

Lanjutan perbincaangan saya bersama orang tua siawa:
Gih ibu, tiang bahkan menyuruh  guru  untuk bersabar, karena banyak guru yang melaporkan, dari jumlah kelas hanya berapa persen yang kirim tugas, diingatkan sampai berkali- kali tetap tetap saja tidak kirim tugas, kuota belajar sudah dapat tetapi sama saja kondisinya. Akibatnya guru-guru tidak bekerja di sekolah saja, di rumah masih menerima siswa yang kirim tugas bahkan sampai malam. Merekaf nama siswa yang kumpulkan tugas menjadi kesulitan berikut tugasnya yang tidak dikumpulkan tepat waktu. Guru di sekolah pineng (pusing). 

Satu contoh saya ingin mengecek keaktifan siswa dan orang tua sebagai bentuk pertanggungjawaban kuota belajar dengan mengirim tugas sekali saja  ke whatsaap saya ketika sudah dapat kuota belajar,  dari 180 siswa kurang lebih yang saya minta, tidak sampai 30 orang yang kirim ke nomor saya. Nah.....jika seperti ini, kita mau mengatakan apa,  bu?
Demikian juga dengan guru, sampai akhirnya saya mengatakan kepada guru," guru jangan sakit  atau marah karena anak tidak kumpulkan tugas, terima saja mana yang kirim."

Alhamdulillah kita masih bisa berbuat seperti ini, daripada tidak sama sekali.  Mari kita syukuri yang sudah dan terus kita perbaiki. Semoga harapan kita bisa terwujud bapak dan ibu, gih.

Kami bersyukur bisa melaksanakan teknik daring untuk pembelajaran masa pandemi covid 19 meskipun dengan perjuangan yang tertatih, terhempas dan melelahkan.

Masukan atau saran dari orang tua siswa tentunya akan menjadi pemantik semangat guru untuk terus belajar, mengakrabkan diri dengan teknologi, dengan internet sehingga daring tidak menjadi garing.
Masukan saran dan menjangkitnya kejenuhan pembelajaran daring yang kian garing menjadi tantangan guru desa di masa pamdemi covid 19 ini.

Masih ingatkah kita dengan pesan Mas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nadiem Makarim tentang pembelajaran di masa pandemi ini? Beliau berpesan kepada guru," Ini merupakan masa yang sulit, tetapi bukan berarti pembelajaran harus membosankan. Kini saatnya guru menjadi murid, banyak bertanya, banyak coba dan banyak karya."

Artinya guru harus bisa merancang pembelajaran jarak jauh yang menyenangkan bagi siswanya. Guru harus menyesuaikan model, strategi dan metode pembelajaran, memvariasikannya agar siswa tidak bosan. Ini pula yang mengisyaratkan guru harus banyak belajar. Jangan sampai google mengalahkan perannya sebagai guru meskipun pada kenyataannya peran guru tak akan mampu tergantikan oleh kecanggihan teknologi dan google.

Guru di rumah (orang tua) dan guru di sekolah menjadi garda terdepan,  bersama-sama,  memastikan bahwa siswa telah memperoleh haknya dalam pendidikan yang menyenangkan.

Lombok, 22 Oktober 2020

1 comment:

Forum Pemangku Kepentingan ( Sekolah Penggerak Angkatan 2)

 Oleh Nuraini Ahwan.  Da lam rangka mendorong dan mempercepat terjadinya transformasi satuan pendidikan dan terciptanya ekosistem pendukung ...